Tren kopi susu yang tengah merambah di kalangan
urban kota besar saat ini direspon oleh
Jakarta Eat Festival 2018 dengan menghadirkan
Coffee Roasting Class di hari pamungkas
event (2/9).
Meski sempat diwarnai dengan hujan deras yang disertai angin kencang di lokasi event, Gandaria City, antusias peserta tak surut ketika mendengarkan penjelasan Aris Kadarisman,
Coffee Master dari Indonesia Coffee Academy.
Dipandu oleh
Reyzza dari Komunitas Masak Akhir Pekan, Aris membuka workshop dengan pengenalan mengenai
biji kopi, sejak awal dipetik hingga melewati proses pengeringan dan penyangraian yang komplek.
“Ada banyak jenis kopi, yang paling banyak dikenal adalah Arabika dan Robusta. Di dunia, kopi Arabika lebih popular, sedangkan di Indonesia kopi dari jenis Robusta yang banyak dikonsumsi,” terang Aris.
Meski demikian, penggunaan kopi jenis Arabika kini sudah mulai banyak digunakan di kota-kota besar Indonesia. Sedangkan di daerah-daerah, kopi robusta yang rasanya lebih pahit karena memiliki kadar kafein lebih tinggi lebih digemari.
Sebetulnya, apa yang membedakan kopi Arabika versus Robusta?
“Aroma kopi Arabika lebih beragam dan kompleks. Karakteristiknya bisa beraroma buah, karamel, coklat, atau bunga. Sedangkan Robusta tidak sekomplek itu. Kekuatan kopi Robusta terletak di tekstur rasanya yang lebih pahit,” ungkapAris.
Meski ini soal selera, bagi penderita maag harus memahami bahwa tingkat acid kopi Arabika lebih tinggi sehingga bisa mengiritasi lambung.
“Sebetulnya, acid bisa aman jika biji kopi melewati proses pengolahan yang baik. Semakin banyak biji kopi yang cacat karena pengolahan yang kurang tepat, maka tingkat acid-nya semakin tinggi,” jelas Aris lebih lanjut.
Jadi, bagi penderita maag kuranglah tepat jika harus menghindari kopi sama sekali. Yang benar, pilihlah kopi dari jenis Robusta yang lebih ramah untuk lambung.
Tak lama setelah menjelaskan seluk-beluk kopi, Aris pun mengajak peserta workshop untuk naik ke atas panggung untuk mengamati proses roasting (penyangraian) biji kopi tahap demi tahap.
Sambil menikmati pisang dari Halofresh dan menyeruput es kopi susu persembahan Anomali Cofee, beberapa peserta tampak antusias merekam dengan ponsel mereka dan banyak dari mereka melemparkan pertanyaan-pertanyaan kritis.
Suhu yang tepat untuk menyangrai kopi yaitu 20 derajat per menit. Sedangkan waktu penyangraian selama 8 menit. “Jika disangrai terlalu cepat, nanti gulanya akan cepat hilang, sehingga biji kopi nantinya akan menjadi pahit. Asap uap panas juga harus dilepas pelan-pelan agar tidak terserap biji yang malah nanti akan menurunkan suhu temperature biji kopi,” paparnya.
“Ketika menyangrai biji kopi, harus pintar-pintar mengatur suhu temperature dan waktu yang tepat,” ingat Aris, sambil memerlihatkan perbedaan warna, bentuk, dan aroma biji kopi hasil penyangraian dari 1-12 menit.
Usai belajar mengenai
roasting, sekitar 20 peserta yang mengikuti workshop dibagi menjadi dua kelompok. Mereka diminta untuk menyeduh dan kemudian menilai tiga gelas bubuk kopi yang disangrai dengan waktu yang berlainan. Teknik ini dikenal dengan sebutan
cupping.
“Seduhlah dengan takaran 150 ml air untuk 8,25 gr bubuk kopi, atauperbandingannya 1:18. Panas air 93 derajat celsius dan diamkan selama 4 menit, tapi jangan diaduk!” perintah Aris. Alasan tidak boleh mengaduk kopi saat tengah diseduh untuk menjaga ekstrasi aroma dari biji kopi tersebut.
(P)
Baca juga:
Berkenal dengan Kopi Robusta dan Arabika
5 Tips Membuat Seduhan Kopi di Rumah Seenak Kafe